Seperti kebanyakan pakar teori kepribadian, Rogers membangun teorinya berdasarkan landasan yang diperolehnya sebagai terapis. Tidak seperti sebagian besar pakar teori lainnya, Rogers secara berkesinambungan melakukan penelitian empiris untuk mendukung teori perkembangannya maupun pendekatan terapinya. Mungkin lebih dari para pakar teori terapis lainnya, Rogers menunjukkan keseimbangan antara pemikiran yang tidak kaku dan studi yang rasional yang dapat memperluas pengetahuan tentang bagaimana manusia merasa dan berpikir.
Selama tahun 1950-an yang merupakan titik tengah karirnya, Rogers diminta untuk menulis tentang apa yang kelak akan disebut dengan teori kepribadian "yang berpusat pada pribadi".
Pada tahun-tahun awal sekitar tahun 1940-an, pendekatan yang dilakukan Rogers dikenal sebagai nondirective, istilah tidak menyenangkan yang diasosiasikan dengan namanya dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, pendekatan tersebut memakai beragam istilah, antara lain pendekatan yang berpusat pada klien (client-centered), yang berpusat pada pribadi (person-centered), yang berpusat pada siswa (student-centered), yang berpusat pada kelompok (group-centered), dan person-to-person. Namun, yang digunakan adalah penamaan yang berpusat pada klien untuk merujuk terapi Rogers dan istilah yang lebih luas, yaitu person-centered untuk merujuk pada teori kepribadian Rogers.
Konsep Dasar Person-Centered Therapy
Pendekatan person-centered therapy menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan mencapai kebahagiaan. Konsep dasar dari terapi ini adalah hal-hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self) dan aktualisasi diri.Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai "aku" (I) atau "diriku" (me). Kemudian, bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa baik dan terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan tidak menyenangkan. Selanjutnya, mereka mulai untuk mengevaluasi pengalaman mereka sebagai pengalaman positif dan negatif, menggunakan kecenderungan aktualisasi sebagai kriteria.
Saat bayi telah membangun struktur diri yang mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Secara singkat, aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran. Rogers mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri ideal (ideal-self).
Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individu tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik. Bagian-bagian diri organismik berada di luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut.
Saat manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri mereka biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.
Diri Ideal
Diri ideal didefinisikan sebagai pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dengan konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yang tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis akan mellihat sedikit perbedaan antara konsep dirinya dengan apa yang mereka inginkan secara ideal.
Unsur-Unsur Person-Centered Therapy
1. Munculnya Gangguan
Hambatan atas pertumbuhan psikologis terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat, inkongruensi, sikap defensif, dan disorganisasi.
Penghargaan bersyarat dapat berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta menghambat manusia dari merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi berkembang saat diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenedrung menjadi defensif serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi inkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung tidak menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas, terancam, dan defensif.
2. Tujuan Terapi
Rogers (1980) memberikan penjelasan sesuai dengan logika bahwa ketika seseorang merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa syarat, mereka menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya mereka dapat dicintai. Sehingga, tujuan dari person-centered therapy adalah untuk membuat klien/pribadi seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka sendiri dan untuk mempunyai penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap diri mereka.
3. Peran Terapis
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.
Agar peran ini dapat dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.
Selain peranan diatas, peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan cara menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian, konselor merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut.
TEKNIK-TEKNIK PERSON-CENTERED THERAPY
Secara garis besar, teknik-teknik dalam person-centered therapy adalah:
1. Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi
2. Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka serta dapat meyakinkan klien bahwa dia diterima dan dipahami
3. Konselor memungkinkan klien untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri, dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.
Referensi:
Feist, J & Feist, G. J.(2013).Teori Kepribadian.Jakarta: Salemba Humanika
Latipun.(2008).Psikologi Konseling.Malang: UMM Press
Prayitno & Amti. E.(2004).Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling.Jakarta: Rineka Cipta
thank, untuk ilmu yang sudah mau dibagi.
ReplyDelete